Rabu, 05 Desember 2007

Kambing Perah

03 July 2006
Memerah Rupiah dari Kambing Perah

Belum populernya manfaat susu kambing menyebabkan bisnisnya belum dapat berkembang dengan pesat. Apalagi produktivitas dan kualitas susu yang dihasilkan peternak kambing perah masih sangat rendah. Selain itu pasarnya juga belum terbentuk sehingga harus berhitung dengan matang sebelum menerjuni bisnis ini.

Padahal, sesungguhnya usaha ternak kambing perah menawarkan peluang bisnis yang sangat menjanjikan. Hal ini karena karena permintaan susu kambing dari tahun ke tahun kian meningkat. Australia dan Malaysia adalah dua negara yang gencar mengembangkan produk susu kambing.
Menurut, Dwi Susanto, pemilik CV Fida, perusahaan kambing perah di Cikampak, Bogor, perkembangan pesat permintaan susu kambing tak lepas dari anggapan banyak orang bahwa susu kambing mempunyai manfaat luar biasa. Susu kambing diyakini berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit jaundie (sakit kuning), asma, lelah, eksim (penyakit kulit), migren (sakit kepala), bronkhitis, TBC, asam urat, impotensi dan darah tinggi.
Potensi Besar
Sependapat dengan Dwi, Rifanzi Chandras, General Manager CV Lakta Tridia, perusahaan kambing perah di Jalan Gambung, Kampung Barusen, Pasirjambu, Ciwidey, Kab. Bandung, mengatakan, peluang dan pasarnya masih terbuka luas karena manfaat susu kambing yang dipercaya bisa menyembuhkan beberapa penyakit seperti asma atau paru-paru. Melihat peluang tersebut, Rifanzi bersama tiga rekannya semasa kuliah di Fakultas Peternakan Unpad, memutuskan untuk membuka peternakan kambing perah.
Menurut Dwi yang telah berbisnis kambing perah selama tiga tahun, komoditas ini sesungguhnya berpotensi dikembangkan jika orang tahu manfaat susu kambing dan cara menghasilkan susu yang baik. “Seharusnya ini peran pemerintah untuk membantu peternak kambing perah agar dapat meningkatkan kualitas dan produktivitasnya,” harapnya.
Saat ini Dwi memelihara 300 ekor kambing peranakan ettawa (PE). Kambing-kambing tersebut mampu menghasilkan 40—50 liter/hari. Pada awal membuka usahanya, ia menyediakan modal sebesar Rp22 juta. Sebanyak Rp12 juta ia gunakan untuk membeli 10 ekor kambing betina dan seekor pejantan. Sisanya yang Rp10 juta sebagai modal membangun kandang. “Dalam satu tahun sudah mencapai BEP karena saya menjual susu kambing Rp50.000,00/liter (susu segar) kepada pelanggan tetap saya. Tentunya dengan kualitas yang baik, seperti tidak berbau dan rasanya enak,” beber Dwi kepada AGRINA di sebuah kafe di Mampang, Jakarta. Sementara itu susu bekunya dalam kemasan plastik berisi 200 ml, dipasarkan ke kalangan umum saat pameran di Jakarta, seharga Rp6.000,00. Susu ini disajikan dengan dijus bersama soft drink atau bandrek.
Demikian pula dengan CV Lakta Tridia. Sejak berdiri pada Februari 2005, kini sudah mampu memproduksi susu segar kambing sekitar 30 liter/hari dari 20 ekor kambing perah. “Sekarang hanya ada 20 ekor. Sebentar lagi ditambah untuk memenuhi permintaan,” ujar Rifanzi awal Mei lalu.
Supaya lebih menguntungkan, susu kambing segar yang diproduksi CV Lakta Tridia dikemas secara mekanis. Ada yang berbentuk cup ukuran 175 ml dan kemasan plastik ukuran 0,5 liter.

Tidak ada komentar: